Senin, 28 September 2015

hadits tarbawy



FUNGI PENDIDIKAN SPIRITUAL

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Tarbawy





Dosen Pengampu :
Dr. H. A. An-Najib, M.Ag
Oleh :
Ariani Endar Lestari
D72214043


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2015



Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul Fungsi Pendidikan Spiritual“.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Hadits Tarbawy.
Dalam pelaksanaan penyusunan Makalah  ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
  1. Keluarga tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
  2. Bapak An-Najib selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah Hadits Tarbawy
  3. Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi keluarga, bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya pendidikan Bahasa Arab.



Surabaya, 07 september 2015
                                                                                                                                   
     Penulis



Fungsi Pendidikan Spiritual
Ahmad Suhailah Zain al-‘Ābidīn Hammād menulis bahwa yang dimaksud dengan pendidikan spiritual adalah penanaman cinta Allah di dalam hati peserta didik yang menjadikannya mengharapkan rida Allah di setiap ucapan, perbuatan, sikap, dan tingkah laku. Kemudian menjauhi hal-hal yang menyebabkan murka-Nya.
Fungsi pendidikan spiritual :
·         memberikan pengaruh kuat pada kepribadian seseorang.
·         menjadikannya cenderung kepada kebaikan,
·         berhias dengan sifat-sifat mulia,
·         berpegang teguh–dalam pribadi dan tingkah laku–kepada akhlak mulia dengan teguh dan konsisten,
·         senang membantu yang lain dan cinta tolong menolong,
·          memiliki jiwa yang tenang dan optimis,
·         menghadapi hidup dengan jiwa positif serta tekad bulat tak tergoyahkan, meskipun rintangan dan problema menghambat upayanya untuk terus melangkah dengan memohon bantuan Allah,
·         berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah, bahaya, kesempitan, serta menyakini bantuan dan taufik-Nya
Islam mempunyai sistem pendidikan spiritual sendiri. Pada sistem ini, seseorang mesti bekerja dengan hati dan rohnya. Ketika upaya secara konsisten dan kontinu telah dilaksanakan melalui hati dan roh sebagai prinsif fundamental, aturan-aturuan dan disiplin dari para ahli spiritual Islam, maka kemampuan, kapabalitas, dan potensi hati dan roh akan dapat dihidupkan, dipersiapkan serta diaktifkan. Seseorang yang hati dan rohnya telah dihidupkan, dipersiapkan dan diaktifkan melalui pendidikan spiritual, akan dikenal sebagai seorang spiritualis. Hasil dan keuntungan dari pendidikan spiritual tanpa batas. Dampaknya akan dapat diterima dan dirasakan di dunia dan di akhirat nanti.
Manusia memiliki dua kebutuhan pokok: jasmani dan rohani. Manusia sehat bisa menyeimbangkan dua kebutuhan itu. Pendidikan spiritual (tarbiyah ruhiyyah) termasuk dalam kebutuhan rohani. Pendidikan spiritual dalam Islam tercantum  dalam hadist, “Tebarkan salam, berikan makan, sambungkan tali silaturrahim,  biasakan qiyamul lail (shalat malam) pada saat orang lain tidur, niscaya  engkau akan dimasukkan oleh Allah dalam surga-Nya, Darus Salam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Jika dijabarkan, tebarkan salam dapat diaktualisasikan dalam bentuk tegur sapa, murah senyum, ramah, semangat memberi pelayanan, tidak sinis, tidak emosional, mudah mengulurkan tangan, dan sebagainya.  Sedangkan,  ‘memberi makan’ dapat diwujudkan dalam sikap empati, solidaritas sosial, mau meringankan penderitaan orang lain, selalu berbagi, dan berusaha mencari solusi. ‘Menyambung tali silaturrahim’ dapat diaktualisasikan dalam bentuk: suka dan supel bergaul, berkomunikasi terbuka dan efektif, tidak bermusuhan, bersahabat, bekerjasama, saling melindungi, dan sebagainya.  Sedangkan ‘qiyamul lail’ sebagai bentuk spiritualisasi diri  dapat diterjemahkan dalam perilaku yang selalu zikir  kepada Allah, istiqamah dalam beribadah, tekun berdoa, ikhlas beramal, sabar dalam menghadapi cobaan hidup, dan sebagainya.
Nama lengkap Imam Bukhari adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju'fi Al-Bukhari. Beliau lahir pada hari Jum'at setelah shalat Jum'at, 13 Syawwal 194 H dikota bukhara. Maka tak heran jika beliau lebih populer dengan sebutan Al-Bukhari. Karena penggunaan huruf 'al' dirasa kurang familiar di Indonesia, maka masyarakat di sini menyebut beliau Imam Bukhari atau Bukhari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar