FUNGI PENDIDIKAN SPIRITUAL
Makalah Ini Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Tarbawy
Dosen Pengampu :
Dr. H. A. An-Najib, M.Ag
Oleh :
Ariani Endar Lestari
D72214043
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “Fungsi Pendidikan Spiritual“.Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
terstruktur pada mata kuliah Hadits Tarbawy.
Dalam
pelaksanaan penyusunan Makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan,
bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
- Keluarga tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
- Bapak An-Najib selaku Dosen Pembimbing sekaligus Dosen pada mata kuliah Hadits Tarbawy
- Rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan, masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan,
motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah bagi keluarga,
bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga Makalah ini bermanfaat
bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan
pendidikan khususnya pendidikan Bahasa Arab.
Surabaya,
07 september 2015
Penulis
Fungsi
Pendidikan Spiritual
Ahmad Suhailah
Zain al-‘Ābidīn Hammād menulis bahwa yang dimaksud dengan pendidikan spiritual
adalah penanaman cinta Allah di dalam hati peserta didik yang menjadikannya
mengharapkan rida Allah di setiap ucapan, perbuatan, sikap, dan tingkah laku.
Kemudian menjauhi hal-hal yang menyebabkan murka-Nya.
Fungsi pendidikan spiritual :
·
memberikan
pengaruh kuat pada kepribadian seseorang.
·
menjadikannya
cenderung kepada kebaikan,
·
berhias dengan
sifat-sifat mulia,
·
berpegang
teguh–dalam pribadi dan tingkah laku–kepada akhlak mulia dengan teguh dan
konsisten,
·
senang membantu
yang lain dan cinta tolong menolong,
·
memiliki jiwa yang tenang dan optimis,
·
menghadapi
hidup dengan jiwa positif serta tekad bulat tak tergoyahkan, meskipun rintangan dan problema menghambat upayanya untuk terus
melangkah dengan memohon bantuan Allah,
·
berlindung
kepada-Nya dalam keadaan susah, bahaya, kesempitan, serta menyakini bantuan dan
taufik-Nya
Islam mempunyai
sistem pendidikan spiritual sendiri. Pada sistem ini, seseorang mesti bekerja
dengan hati dan rohnya. Ketika upaya secara konsisten dan kontinu telah
dilaksanakan melalui hati dan roh sebagai prinsif fundamental, aturan-aturuan
dan disiplin dari para ahli spiritual Islam, maka kemampuan, kapabalitas, dan
potensi hati dan roh akan dapat dihidupkan, dipersiapkan serta diaktifkan.
Seseorang yang hati dan rohnya telah dihidupkan, dipersiapkan dan diaktifkan
melalui pendidikan spiritual, akan dikenal sebagai seorang spiritualis. Hasil
dan keuntungan dari pendidikan spiritual tanpa batas. Dampaknya akan dapat
diterima dan dirasakan di dunia dan di akhirat nanti.
Manusia memiliki dua kebutuhan pokok: jasmani
dan rohani. Manusia sehat bisa menyeimbangkan dua kebutuhan itu. Pendidikan
spiritual (tarbiyah ruhiyyah) termasuk dalam kebutuhan rohani.
Pendidikan spiritual dalam Islam tercantum dalam hadist, “Tebarkan
salam, berikan makan, sambungkan tali silaturrahim, biasakan qiyamul lail
(shalat malam) pada saat orang lain tidur, niscaya engkau akan dimasukkan
oleh Allah dalam surga-Nya, Darus Salam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Jika dijabarkan, tebarkan salam dapat
diaktualisasikan dalam bentuk tegur sapa, murah senyum, ramah, semangat memberi
pelayanan, tidak sinis, tidak emosional, mudah mengulurkan tangan, dan
sebagainya. Sedangkan, ‘memberi makan’ dapat diwujudkan dalam sikap
empati, solidaritas sosial, mau meringankan penderitaan orang lain, selalu
berbagi, dan berusaha mencari solusi. ‘Menyambung
tali silaturrahim’ dapat diaktualisasikan dalam bentuk: suka dan supel bergaul,
berkomunikasi terbuka dan efektif, tidak bermusuhan, bersahabat, bekerjasama,
saling melindungi, dan sebagainya. Sedangkan ‘qiyamul lail’ sebagai
bentuk spiritualisasi diri dapat diterjemahkan dalam perilaku yang selalu
zikir kepada Allah, istiqamah dalam beribadah, tekun berdoa, ikhlas
beramal, sabar dalam menghadapi cobaan hidup, dan sebagainya.
Nama lengkap Imam Bukhari adalah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju'fi Al-Bukhari. Beliau
lahir pada hari Jum'at setelah shalat Jum'at, 13 Syawwal 194 H dikota bukhara.
Maka tak heran jika beliau lebih populer dengan sebutan Al-Bukhari. Karena
penggunaan huruf 'al' dirasa kurang familiar di Indonesia, maka masyarakat di
sini menyebut beliau Imam Bukhari atau Bukhari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar